Rusia vs ISIS

Rusia vs ISIS

 

 

Masuknya tentara Rusia ke Suriah telah menimbulkan banyak perubahan pada perilaku dan perimbangan regional Timur Tengah dalam satu pekan terakhir ini. Dalam hal ini ada tiga kejadian yang layak dicermati sebagai berikut;

Pertama, belum lama ini channel khusus ramalan cuaca “Russia 24” menayangkan ramalan cuaca Suriah sembari memperlihatkan latar belakang jet tempur Rusia, sementara presenter melaporkan bahwa para meteorolog Rusia menyatakan kondisi cuaca di Suriah mendukung operasi serangan udara Rusia.

Kedua, Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan pesimismenya terhadap pernyataan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Ash Carter bahwa “Rusia di Suriah harus dilawan.”

Ketiga, Rusia disebut-sebut telah mengirimkan pesan peringatan bagi negara-negara Arab Teluk Persia, terutama Qatar dan Arab Saudi, terkait dampak dan resiko tindakan mempersenjatai opisisi Suriah dengan roket-roket anti pesawat tempur serta skenario Afghanistan.

Mencermati tiga poin ini kita akan dapat menangkap realitas betapa tujuan Rusia memerangi para ekstrimis di Suriah ialah memenuhi keamanan nasionalnya, sehingga perangkat media dan politik negara ini dikerahkan untuk menyokong intervensi militer di Suriah, sampai-sampai kondisi cuaca di Suriah untuk operasi seranganpun juga diberitakan di Negeri Beruang Merah tersebut.

Rusia tak memiliki beban kegagalan seperti yang dialami AS di Afghanistan. Kegagalan yang menyebabkan bubarnya adidaya Uni Sovietpun juga tidak lantas menyebabkan Rusia berat untuk turut tangan membantu pemerintah Suriah yang notabene satu-satunya negara Arab yang menjadi sekutu Rusia.

Juga bukanlah kebetulan ketika para petinggi Rusia mengirim peringatan berbau ancaman terhadap Saudi, Qatar dan Turki, setelah sebanyak 55 mufti dan dai Saudi mengeluarkan deklarasi jihad melawan Rusia di Suriah.

Deklarasi ini menyulitkan posisi Saudi karena bisa jadi Saudi akan dikenal sebagai pendukung kelompok-kelompok ekstrimis di Suriah ketika Saudi berusaha mencitrakan dirinya sebagai bagian dari pihak yang moderat di Suriah sehingga tak ada satupun ulama anggota Dewan Ulama Arab Saudi yang turut menandatangani deklarasi ini.

Hal lain yang patut dicermati ialah kebungkaman para pejabat resmi Saudi di depan intervensi militer Rusia di Suriah. Hingga kini belum ada statemen ataupun komentar resmi dari mereka mengenai intervensi itu. Ini bisa jadi karena mereka sedang direpotkan oleh Perang Yaman itu sengaja menghindari benturan dengan Rusia, terutama ketika harga minyak anjlok serta terjadi erosi cadangan keuangan, defesit anggaran dan lain sebagainya.

Para petinggi Saudi tahu persis bahwa terlampau sulit untuk menerapkan skenario Afghanistan terhadap Rusia. Sebab, selain kondisi keuangan dan situasi dalam negeri Saudi sudah berubah, Rusia juga bukan lagi negara lemah seperti pada era Leonid Brezhnev dan Mikhael Gorbachev. Rusia sedang bangkit dengan prima di bawah kepemimpinan Vladimir Putin.

Yang tak kalah pentingnya lagi ialah para petinggi Saudi juga sudah tidak bisa menggunakan sentimen keislaman sebagai senjata untuk menyudutkan Moskow dan untuk memobilisasi para “jihadis”, sebab Rusia bukan lagi negara komunis. Rakyat dan pemerintah Rusia bukan lagi ateis, melainkan bagian dari Ahli Kitab.

Kalaupun ancaman Rusia terhadap Arab Saudi dan Qatar hanya sebatas retorika, tapi ancaman Rusia terhadap Turki dilakukan melalui jalur militer. Pelanggaran jet tempur Rusia terhadap zona udara Turki merupakan pesan yang jelas dan tegas bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan supaya Turki segera menyudahi campurtangannya di Suriah.

Erdogan tentu harus berpikir banyak untuk dapat mengeluarkan instruksi pencegatan dan penembak jatuhan jet tempur Rusia sebagaimana dilakukan terhadap jet tempur Suriah yang melanggar zona udara Turki beberapa bulan lalu, sebab resikonya bisa jadi akan besar dan juga karena Turki ingin meningkatkan volume pertukaran dagangnya dengan Rusia dari USD 30 milyar menjadi USD 100 milyar dalam jangka waktu lima tahun ke depan.

Semua perkembangan krusial dan pesat dalam panorama Suriah ini terjadi hanya satu minggu setelah jet-jet tempur Rusia memulai serangan. Bayangkan bagaimana nanti setelah satu bulan atau satu tahun. (mm)

Tulisan ini disadur dari editoria media onlinel Rai al-Youm yang berbasis di London, Inggris.

[tvshia13/LiputanIslam]

Kirim komentar