Mengapa Ragu Terhadap Kiamat

Mengapa Ragu Terhadap Kiamat

Keimanan kepada Hari Kiamat merupakan rukun iman yang kelima yang harus diyakini oleh umat Islam. Artinya, kita meyakini dengan pasti kebenaran terjadinya hari kebangkitan atau hari akhir sebagai tempat untuk menerima segala balasan kehidupan di dunia yang telah dilakukan oleh manusia baik berdasarkan nas-nas wahyu (al-Quran dan hadits) maupun akal. Dalam hari kiamat, yang terbayang dalam benak kita adalah dahsyatnya kehancuran alam semesta ini sebagai akhir dari kehidupan, perhitungan Allah serta keadilan-Nya. Sebab memang keimanan kepada hari kiamat (hari akhir) bermakna penegasan keyakinan akan berakhirnya alam duniawi dan berganti dengan alam akhirat untuk menusia bangkit mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia selama hidup.

Hari kiamat merupakan peristiwa masa depan yang pasti akan terjadi. Hanya saja, kita tidak mengetahui secara pasti kapan waktu yang dijanjikan Allah itu akan datang. Karena itu adakalanya muncul keraguan akan terjadiya peristiwa tersebut. Dalam sejarah keraguan pada hari kiamat telah dilontarkan oleh setiap generasi dengan berbagai alasan. Di antara alasan-alasan yang diajukan oleh kelompok pengingkar hari kiamat adalah sebagai berikut :

Keraguan mengembalikan yang telah tiada. Keraguan ini didasari pada prinsip filsafat yang menyatakan ‘mustahilnya mengembalikan yang telah tiada’ (istihalatu I’adatil ma’dum) yang berpijak pada kemustahilan diri secara substansial. Maksudnya, mereka menganggap bahwa manusia hanyalah susunan materi yang kemudian mati dan hancur, sehingga tidak mungkin diadakan kembali, karena jika diadakan itu berarti manusia yang lain, “Dan jika (ada sesuatu) yang kamu herankan, maka yang patut mengherankan adalah ucapan mereka; “apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami sesungguhnya akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru?” orang-orang itulah yang kafir kepada Allah; orang-orang itulah yang diletakkan belenggu dilehernya; mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.( Q.S Ar-Ra’d: 5); “Maka, apakah Kami letih dengan penciptaan pertama? Sungguh mereka dalam keraguan tentang penciptaan yang baru.” (Q.S. Qaf:15).

Keraguan karena ketidakmungkinan tubuh dihidupkan kembali. Hal ini berdasarkan asumsi mengenai kemustahilan terjadinya. Artinya, meskipun mereka tidak memutahilkan secara substansial (kemustahilan diri) seperti pada keraguan pertama, akan kembalinya ruh ke tubuh, akan tetapi mereka meragukan kembalinya ruh tersebut secara aktual (bi al-fi’l) dan kejadian riilnya tergantung pada kondisi tubuh dan syarat-syarat penting (seperti rahim, perkawinan, dll), yang ternyata sudah tidak ada lagi, sehingga tubuh yang telah hancur tersebut kehilangan potensi untuk hidup kembali, Mereka berkata: “Apabila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?” Katakanlah: “Jadilah kamu sekalian batu atau besi, atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu…” (QS. Al-Isra : 49-51).
Keraguan terhadap kemampuan pelaku. Artinya, Bagaimana kita tahu bahwa Allah memiliki kemampuan untuk menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal? “Maka mereka akan berkata: “Siapakah yang menghidupkan kami?” Katakan: “Dialah yang telah menciptkan kamu pada kali pertama.” (QS. Al-Isra : 51); “Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami tapi lupa dengan penciptaannya sendiri dan berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulung-tulang yang telah kancur-lebur ini?” Katakan: Yang pertama kali menciptakannya, Dialah yang akan menhidupkannya”. (QS. Ya Sin : 78-79)

Kerauan terhadap ilmu pelaku, yaitu bagaimana Allah dapat membedakan sekian banyak jenis makhluk yang telah bersama hancur luluh dan menyatu? Bagaimana Allah mengingat berbagai tindakan makhluk-Nya? Singkatnya apakah Allah memiliki pengetahuan untuk membangkitkan semua makhluk dan membalasnya, “Bagaimana mereka yang hidup pada kurun waktu pertama? Musa menjawab, ‘Sesungguhnya ilmu itu berada pada Tuhanku di dalam satu kitab. Tuhanku tidak sesat dan tidak pernah lupa.” (Q.S. Thaha: 51); “Katakanlah, ‘yang telah menghidupkannya kembali itu adalah yang telah menciptakannya pertama kali dan Dia Maha Tahu akan segala ciptaan-Nya.” (Q.S. Ya Sin : 79).

Kalau kita cermati sanggahan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mempercayai adanya hari pembalasan adalah dikarenakan ketidakmampuan mereka mencerna proses kehidupan atau kebangkitan kembali setelah kematian atau setelah kiamat. Permasalahan kebangkitan ini sebenarnya telah lama menjadi perbincangan sains, filsafat, dan juga agama. Islam sebagai agama yang sempurna dengan banyak ahlinya telah menjawab berbagai keberatan mereka, “Apakah mereka tidak memperhatikan sesungguhnya Allah—yang telah menciptakan langit dan bumi dan tidak merasa lelah dengan menciptakan itu semua—Maha Kuasa untuk menghidupkan kembali orang yang telah mati. sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al-Ahqaf : 33). [TvShia/liputanislam.com]

Kirim komentar